Marsya Pamela Dira

Selasa, 22 Maret 2011

Tersiksa - Featuring by: Ilkom B / 2010

Kata Pembuka
Cerita ini hanyalah fiktif belaka dan hanya imajinasi gila yang tak tersalurkan dari penulisnya, apabila ada kesamaan nama, tokoh, muka, cara berbicara, tingkah laku, tempat tinggal, gaya hidup, kebiasaan, hobi, bakat, hewan peliharaan dan alur cerita, itu memang disengaja.





Hari ini hari kamis. tepatnya malam jumat kliwon.
Anak-anak ilkom B sudah bersiap-siap menuju rumah hantu DPR yang terdapat di Jalan NenekGombel IV nomer 13.
Kita bisa melihat Nanda duduk dengan gelisah sambil mengusap-usap peluh yang terus menetes di keningnya.

Sementara itu Casilda yang biasanya cuek dan terkenal dengan ekspresinya yang datar, terus berkomat-kamit membacakan ayat-ayat alQuran demi keselamatan anak-anak ilkom B.
Suasana semakin mencekam setelah terdengar suara-suara gaib dari sekitar pohon-pohon yang tumbuh berantakan di samping kiri dan kanan mereka, Panda yang sudah menggigil ketakutan, tidak sengaja meremas tangan sahabatnya Jesspril dengan sangat erat sehingga Jesspril merintih kesakitan. Mereka terus berjalan melalui beberapa rumah tua yang sudah ditinggalkan penghuninya sedari dulu menuju rumah hantu DPR tersebut.

Tiba-tiba Setiawan muncul dari balik semak-semak dengan baju yang terkoyak-koyak dan penuh lumpur. Bahkan sebelah sandal jepitnya tidak tampak lagi di kaki kirinya. Kedatangan Setiawan yang tiba-tiba dengan napas yang memburu itu mau tak mau membuat seluruh anak-anak ilkom B mendesah tertahan. Bahkan ada yang memekik penuh kengerian.
“Sapose nih makhluk?” Tanya Ryan dengan air mata yang hampir tumpah dari celah-celah bulu matanya karena ketakutan.

Guys, ini gue, sahabat kalian semua!! Seti!! Masak lupa sama muka keren gue?” panggil Setiawan penuh harap.
Bocay sebagai ketua ekspedisi pada kali ini hanya bendesah-desah erotis seperti layaknya ‘You know Laah…’ dan Ryan yang ingin membantu Seti berdiri malah ikut-ikutan mendesah tidak jelas. Citra sebagai mahasiswi Ilkom B yang paling ke-ibu-an memukul kepala mereka berdua dan segera menolong Setiawan yang sudah tengkurap pasrah di rerumputan.

“Ya ia kita tau lo Seti. Maksud kiita, lo kenapa?” Tanya Suvi yang baru-baru ini berganti nama di kampus menjadi Suvi si alink-alink bamboo.
“Aduhhh.. N’taran dulu deh introgasinya. Kasian nih si Seti.” Ucap Tata yang tiba-tiba muncul menyeruak dari balik kerumunan.
“Ya owooo.. Seti, kamiu kenapaaahh?” Ujar Meydi dengan logat Baim-nya yang terheran-heran melihat kondisi Setiawan yang sudah sangat kepayahan dan terkapar di tanah merah.
“Yaudah sih kasi minum aja dulu.” Kata Casilda sembari mengulurkan Pulpy Orange yang menjadi teman setianya dalam perjalanan panjang kali ini.

Ipan, Aris, dan Pam-pam segera membantu Setiawan untuk minum. Dan ajaibnya begitu Setiawan meminum ramuan Pulpy Orange dari Casilda, Setiawan langsung kembali segar bugar (entah ilmu pelet mana yang dimasukkan Casilda ke dalam minuman tersebut) dan mulai bercerita…

“Pada suatu hari, gue lagi jalan-jalan di SMS, tiba-tiba ada lubang, yaa gue masuk ke lubang itu. Akhirnya gue muncul di sini entah gimana caranya.” Seti terlihat semakin melemah, setelah mengucapkan kata-kata tersebut, tiba-tiba tubuhnya menjadi panas, Setiawan kejang-kejang, busa keluar dari ujung bibirnya. Ia masih sempat berteriak:

“Napas buatan dong! Yang cewek aja yaa?” *hehehe… kidding… berikut ini yang bener:
Setiawan menunjuk satu rumah bertingkat yang di berwarna abu-abu kelam dengan cat yang sudah mengelupas dimana-mana, tanaman-tanaman rambat menghiasi tembok-temboknya yang sudah berlumut, halamannya yang luas ditumbuhi dengan pohon, semak dan rerumutan yang tidak terurus, awan gelap berkeliling di atas rumah tersebut dan sesekali petir menyambar-nyambar menambahkan suasana yang misterius pada rumah tersebut.

“Teman-teman, tolong selamatkan aku, di dalam rumah itu, terdapat seorang penyihir yang sangat jahat dan kuat, dia lah yang telah membuat aku seperti ini, kalahkan dia, maka aku akan kembali menjadi Setiawan yang normal. Oh ya, hati-hati pada sihir ‘Sosiologi-nya’ yang sangat sakti, apa lagi kalau dia sudah mengeluarkan sihir pamungkasnya; ‘begitu ka…’ Aaaaaaarggh!!”

Tasha merengkuh kepala Seti yang telah terkulai di atas tanah ke dalam pangkuannya. Di sampingnya tampak Bocay menampar-nampar kedua belah pipi Seti, berusaha untuk meraih kesadaran Seti yang tiba-tiba lemas tak berdaya.

Tasha menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ini ga bisa dibiarin. Kita belom denger lanjutan kata-kata dari penyihir yang Seti bilang.” Dia menatap ke seluruh penjuru anak ilkom B. “Mung-kinnnnn……”

“Kita harus berpetualang dan memasuki rumah itu! Demi menyelamatkan Seti!” teriak seseorang dari belakang. Semua kepala berpaling ke arah suara tersebut dan tampaklah para pahlawan pembela kebetulan. Mereka adalah Ilkom Ranger!!

Aris sang ranger merah mengeluarkan sesuatu dari sleting celananya, dari dalamnya keluar Jerry, Peter, Jessica Liem dan Leonita, mereka adalah ranger biru, hijau, pink dan kuning. Anak-anak sangat terkejut oleh kemunculan mereka yang tiba-tiba.

“Yukk, cap cus, tuh si Seti udah mau metong.” Ajak Bocay yang memimpin mereka.

Demikianlah di tengah kegelapan malam, mereka semua, sekumpulan anak yang mengatasnamakan Ilkom B berjuang menyingkap kelebatan hutan satu demi satu serta bekerja sama saling bahu membahu dalam mengangkut satu tubuh yang pingsan dan mencari jalan tersembunyi menuju rumah hantu DPR. Beruntung mereka memiliki team ranger yang bisa menentukan arah jalan tanpa senter sekalipun. Bagaimana caranya tidak perlu kita ketahui karena dikhawatirkan para pembaca akan merasa jijik dengan sukses.

Singkat cerita, mereka semua, tanpa terkecuali, tiba di depan rumah hantu DPR tepat lima menit sebelum tengah malam.
“Hoammmm..” Tiba-tiba sambil menggeliatkan badan dan merentangkan tangan, Seti terbangun.
Sontak saja seluruh anak ilkom B yang telah bergantian mengangkut makhluk Tuhan yang tidak sexy ini terkesiap. Kesal karena harus menggendongnya bergantian. Marah karena Seti hanya berpura-pura pingsan. Dan gemas karena telah tertipu dengan mudahnya.

Tanpa membuang waktu, Seti mengambil langkah seribu sebelum anak-anak menangkapnya karena gondok. Mereka terus berlari mengejar Seti tanpa menyadari sudah melewati hutan yang hanya seluas 50m2 dan berada di halaman belakang rumah hantu tersebut.
“Sepertinya kita sudah menyimpang dari tujuan awal kita.” Kata Nerissa.
“Iya, mau ke rumah hantu DPR, kenapa kita nyasar ke rumah hantu beneran yak?” tunjuk Elvinta ke arah rumah yang pada awal diceritakan Setiawan.

“Eh yaudah, kita masuk yuk.” Ajak Cindy, dia langsung menendang pintu kayu yang sudah lapuk termakan usia dengan gaya Lara Croft pada serial film Tomb Raider.
Bau pengap rumah tua segera menusuk indera penciuman mereka. Dengan gagah berani Irfan berjalan di depan rombongan.
“Weits gilee, si Irfan berani banget!” komentar Praja yang terus membisu sepanjang perjalanan.

Serentak tanpa dikomando, seluruh rombongan Ilkom B segera berteriak, “Cemangaaattt yaa, ipaaannnn…”
Tiba-tiba Irfan menoleh cepat, membuat pasukan Ilkom B terhenyak kaget menatap matanya yang berkilat-kilat.

“Gue kebelet pipis nih. Wesenya dimana sih?”
Gubraaaak!! Seluruh rombongat terjatuh dengan rapih seperti iklan sabun di televisi. Kebisingan karena suara teriakan anak-anak dan keluhan Inash yang tertindih di paling bawah cukup membuat keributan hingga terdengar sebuah suara yang cukup menyeramkan dari balik pintu tingkap di bawah tangga besi, pintu tersebut tiba-tiba menjeblak terbuka dan memuntahkan jutaan partikel debu ke udara di ruangan tersebut. Langkah-langkah kaki yang berat terdengar menuruni dari dalam pintu tingkap tersebut, seluruh anak-anak mulai gemetar.

Rea memberanikan diri untuk membuka suara di saat situasi yang sangat mengangkan tersebut.
“Siapa di sana? Tunjukanlah dirimu!” teriaknya pada siluet yang mulai terlihat saat debu-debu mulai menipis. Suaranya terdengar sedikit bergetar.

Debu-debu sudah menghilang, menunjukan sebuah sosok yang lagi-lagi membuat seluruh anak Ilkom B terperangah, Andy Chung the Drunken Master bersandar di dinding ruangan tersebut sambil merogoh saku dan mengambil pemantik api, lalu menyalakan rokoknya , dimasukan ke dalam mulutnya, lalu dikunyah.

“Casilda, mau ngerokok bareng gue ngga? Kalo dikunyah kayak gini jadi enak banget loh. Apalagi kalo yang masih ada apinya. Kayak ada yang meledak-ledak gitu di lidah. Maknyusss dah.” Ujar Andy yang disambut dengan gelak tawa seluruh anak Ilkom B, sementara Casilda hanya bisa mengelus dada sambil mengucap, “Astaghfirullah….”

“Udah, udah, intermesso-nya cukup deh. Kita kan mesti tau apa yang bikin Seti ketakutan kayak tadi.” Tiba-tiba Windy membuka suara.
“Iya, Seti. Kenapa lo tadi? Pake pura-pura pingsan segala lagi.” Kata Evelyn.

Setiawan yang menjadi pusat tatapan dari berpuluh-puluh pasang mata berdeham sejenak sebelum akhirnya sebuah cerita yang luar biasa mencengangkan keluar dari bibirnya yang mengalir seperti anak sungai…
“Jadi, setelah gue masuk lubang di SMS itu, tiba-tiba semuanya jadi gelap, pas gue udah buka mata, ternyata gue udah terikat pakai tali tambang  di dalam rumah tersebut!” Setiawan mulai melanjutkan kisahnya, Andy yang menyimak sampai lupa mengunyah rokoknya dan langsung menelannya seperti popcorn.
“Jadi kurang lebih, begitulah ceritanya… Karena saya sudah bercerita hampir empat hari tiga malam maka saya akan menutup cerita saya hari ini.” Katanya ringan.

“Apabila masih ada yang kurang jelas, saya akan membuka tiga sap dengan masing-masing tiga buah pertanyaan. Yak, silahkan Mandiri, apa yang ingin anda tanyakan?” kata Setiawan mempersilahkan Mandiri yang mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
“Kenapa cerita empat hari tiga malam gak nyampe 1 halaman A4 ya?” Tanya Mandiri dengan nada memprotes.
“Sudah! Sudah! Aku tak biasa…” Kata Rindu dengan gaya Syahrininya. “Ayo kita lanjutkan perjalanan menuju lantai pertama.” Lanjutnya lagi. Semua anak mengangguk pelan, lalu memulai langkah baru mereka dan menaiki anak tangga satu per satu 

“Oke. Jadi gini, karna anggota anak Ilkom B ada tiga puluh delapan, kita pecah aja masing-masing jadi beberapa grup. Satu grup enam orang dan ada dua grup yang dapet delapan orang. Tolong para ranger mimpin lima grup diantaranya.” Inas mulai menjelaskan taktik mereka dalam menghadapi maut yang berada di depan mata mereka.

Kasak-kusuk dalam pencarian grup pun meramaikan suasana. Setelah beberapa saat, akhirnya semuanya telah siap. Dan seluruh pasukan Ilkom B pun mulai memasuki arena.
Kriyuuuut… kriyutttt.. Begitulah bunyi  derak lantai kayu yang terdengar setiap kali mereka melangkah.

Grup Pertama beranggotakan Mandiri, Sheila, Racelly, Olivia, Venty dan dipimpin oleh Aris sang Ranger Merah. Mereka perlahan-lahan memasuki sebuah lorong panjang, anak-anak Ilkom B lainnya menunggu di depan pintu masuk lorong tersebut sambil menunggu aba-aba aman dari Grup Pertama.

PoV – Group 1
“Duhh, gelap banget sih di sini?” protes Racelly.
“Nggak bayar listrik PLN kali pemiliknya, ato lagi ada pemadaman bergilir.” Timpal Venty berusaha menenangkan.

Jarak pandang mereka sangat terbatas karena hanya dibantu pencahayaan dari sinar sang ibu yang menembus celah-celah sempit di tembok-tembok yang retak, tiba-tiba terdengar suara seperti sebuah benda yang jatuh dari belakang mereka, sontak seluruh anggota grup 1 menengok ke belakang. Oliv dan Sheila yang terkejut segera menarik ujung payudara Mandiri hingga ia berteriak kesakitan, hal yang sama terjadi pada Aris yang menjadi korban Racel dan Venti. Tiba-tiba seluruhnya menjadi gelap dan hanya menyisakan gaung dari teriakan anggota grup 1.

PoV – Ilkom B (minus Group 1)
Suara teriakan yang mengerikan tiba pada ujung lorong tempat seluruh anak-anak menunggu kabar dari grup pertama, membangunkan bulu roma seluruh sisa anak-anak Ilkom B, mereka mengenali persis suara-suara tersebut. Ya, itu suara para anggota Grup Pertama.
“Suara apaan coba, tuh?” Ujar Pambudi yang tetap santai dan tenang selama perjalanan.
“Suara nenek lo!” Jawab Bocay tanpa berpikir panjang. Cindy meringis ketakutan, namun ia mencoba memberikan hawa segar kepada teman-temannya yang berada di tengah alam terbuka dalam kegelapan malam. “Tenang, guys. Inget kata-kata bokap gue? THE TRUTH IS OUT THERE. Dan sekarang kita lagi ada dalam tahap itu, which is, dalam konteks kali ini, kita harus cari tau ada apa sebenernya di dalem sini.”

Setelah ucapan Cindy, keheningan kembali melanda di dalam kelompok besar mereka. Para lelaki mulai mengumpulkan kayu bakar yang berada di bawah pohon di sekitar tempat mereka berkumpul dan mulai membuat api unggun. Sementara para perempuan mulai memanggang marshmallow yang ternyata selalu stand-by di dalam tas Mesya dan Debby.

Untuk beberapa saat lamanya mereka asik dalam perbuatan nista mereka, yakni bernyanyi sambil menikmati penganan marshmallow dengan suguhan tari perut dari Praja dan Ipan tanpa memerdulikan sekumpulan teman mereka yang tengah menghadapi kehidupan dan kematian di dalam sana.

Tiba-tiba Tata mengeluarkan suara, “Eh, kayaknya mereka udah kelamaan deh disana. Mendingan grup dua nyusul sekarang.”

Grup dua yang terdiri dari Casilda, Panda, Marsya, Jesspril, Rika, dan Rea mulai bersiap-siap memasuki rumah hantu DPR tersebut.

Rika sebagai oma, memberanikan diri untuk berjalan di depan diikuti oleh lima orang lainnya, baru beberapa sentimeter mereka memasuki lorong gaib tersebut, Rika langsung melambai ke arah kamera untuk menandakan ia tidak kuat terhadap tantangan ini. Jerry sang Ranger Biru yang terkenal oleh kecerdasan otaknya dan banyak yang mengakui otak Jerry sangat encer karena ia dapat melelehkan otaknya menjadi air, segera menjemput dan menggantikan posisi Rika yang sudah terduduk lemas di lantai.

“Nmpwaknya strateghi Inashk unthuk mhembahgi phara angghota terlaluh bheresihko, shelain membuaht cerhita inhi menjhadi kephanjangan, yangh nulhis jugha bihsa sajha kehabihsan idhe untukh ceritha hina ihni!” Protes Setiawan yang masih sibuk mengunyah beberapa Marshmallow di mulutnya.

“Yaudah, kita masuk rame-rame aja, gimana? Gue hari ini mau pulang ke rumah gue di Jakarta, jadi harus udah Standby di depan SMS. Nanti gue ketinggalan Shuttle repot.” Tambah Suvi yang sudah merasa tidak sabar cerita ini selesai.

Akhirnya setelah melakukan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber + jurdil), mereka memutuskan untuk masuk lorong maksiat itu secara bersama-sama meski diduga dalam pemilu tersebut ada money politic yang bermain di dalamnya.

Setelah semuanya selesai membereskan sisa-sisa kemah dadakan mereka, akhirnya mereka dihadapkan pada pintu yang telah menelan beberapa teman mereka tanpa kembali.
“EHHHH. Tunggu dulu!” Teriakan Irpan menggelegar di antara sambaran bunyi geledek yang saling bersahutan di langit.

Serentak seluruh anak menoleh pada sang sumber suara. Dengan matanya yang bulat dan besar, Irpan tiba-tiba berkata, “Sebelum masuk, jangan lupa kita……. Senam dulu.”

Dan entah dari mana suara music senam sajojo berkumandang di tengah-tengah mereka. 
Dengan diiringi alunan music yang manis, Tasha pun tidak dapat menahan dirinya untuk tidak bergoyang. Dia terus bergoyang hingga menimbulkan decak kagum bagi semua yang melihat pertunjukkannya yang ditutup oleh gerakan splitnya.

Dengan berakhirnya gerakan senam massal dan pertunjukkan dadakan dari Tasha, badan mereka pun terasa lebih ringan dan lentur. Tak lupa mereka berdoa sebelum masuk ke dalam rumah hantu DPR tersebut.

Pintu telah terbuka. Dengan berdesak-desakkan karena ingin menghindar dari tetesan air hujan yang sudah mulai mengguyur bumi, akhirnya keseluruh anak Ilkom B telah masuk ke dalam rumah hantu DPR yang gelap gulita tersebut. Dengan pandangan nanar mereka saling merapat satu sama lain sambil bergandengan tangan. Baru sepuluh langkah berjalan, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara dentuman pintu yang tertutup!

“Siapa itu yang kabur??” Tanya Rea dengan suara lantang.

“Ga ada yang kabur. Itu pintu ketutup sendiri!” Ujar Peter yang sedari tadi menjadi mata di belakang kawanan.

Mendengar pernyataan cinta dari Peter, anak-anak Ilkom B sontak panic, mereka lari berhamburan ke dalam lorong tersebut, kerusuhan mulai terjadi di dalam rumah itu, beberapa batu melayang tinggi dari para supporter Persija Jakarta dan Persib Bandung yang tidak menerima keputusan wasit...

“Adaaaw!!” Teriak Setiawan yang merasakan jitakan sebesar kepalan tangan.
“Woooy, cerita yang bener dong!!” Teriak Panda di tengah kerusuhan.
“Oh, yaudah sih selow...” Balas Seti sambil menahan bulir-bulir air mata yang hampir terjatuh.

Para Ranger sudah berhasil menenangkan amukan massa sehingga kerusuhan sudah mulai berkurang, menyisakan bisikan-bisikan di antara rakyat Ilkom B yang masih membicarakan pintu ajaib tersebut. Mereka mengabsen ulang untuk melihat siapa saja yang belum masuk di dalam cerita, dan mereka sangat terkejut mendapati nama Michelle si cowok paling ganteng sejagad Ilkom B menghilang tanpa pernah masuk ke dalam cerita tersebut, berikut dengan Irfan, Citra, Nerissa, Rindu, Casilda, dan Windy.

Tragedi ini menjadi sebuah pukulan berat untuk seluruh anak Ilkom B, layaknya urat nadi yang tersayat oleh sebilah pisau dapur, mereka kehilangan sisa-sisa semangat mereka untuk terus mengangkat kaki mereka maju menuju pintu hitam di ujung lorong pertanda ruangan terakhir tempat Boss Sosiologi berada...

“Tunggu dulu... Boss terakhir?” gumam Bocay yang tersadar dari lamunan ngeresnya. “Eh guys!! Kita udah nyampe tempat terakhir!!” Bocay melompat-lompat dengan girang tanpa menyadari lapuknya lantai kayu yang dipijakinya.

Tiba-tiba Bocay terperosok ke dalam lantai kayu yang tidak kuasa menopang tubuhnya, seluruh anak-anak terperanjat, mereka berusaha menarik tubuh Bocay yang masih bergelantungan dengan jari kelingkingnya. Tetapi ia hanya tersenyum manis dan dengan tawa ‘khas’ nya ia masih sempat berkata,

“Guys, gue emang ga bisa nemenin kalian selamanya, relakanlah gue. Mungkiiiiiiin, setelah gue jatuh ke dalam lubang ini, ada dunia baru yang akan menyambut hidup gue. LaSalle bukanlah tempat yang buruk, di sana gue bias meraih cita-cita gue. Jadi tolong jangan pada nangis yee kalau gue udah ga ada. Ingat! Ilkom B harus tetep paling eksis + gaol.”
Mendengar pesan-pesan terakhir dari Bocay, anak-anak mengalirkan air bening dari mata mereka.

“Dan untuk Meydi wakil gue yang paling setia...” Meydi mengusap air matanya lalu bertanya,

“Ya Bocay?”

“Lu nginjek kelingking gue dari tadi, Jablaay!!! Jerit Bocay, akhirnya ia melepaskan jari terakhirnya yang sedaritadi berjuang menahan hidupnya untuk mengayomi Ilkom B. Rayen melompat ke dalam lubang berusaha meraih jempol kaki Bocay untuk menolongnya dan ia berhasil!! Tapi aksi heroic tersebut terlihat konyol, Rayen lupa berpegangan sehingga mereka berdua terjun ke dalam lubang tersebut, terpisah dari Ilkom B... Mungkin... Untuk selamanya...

Keheningan menyelimuti sisa anak-anak Ilkom B, isak-isak tangis menyertai kepergian Bocay ke LaSalle dan Rayen ke Manado. Jutaan kenangan manis (dan pahit) terbesit dalam benak setiap individu Ilkom B yang masih bertahan di atas. Tidak tahan dengan situasi ini, Cindy mengaum layaknya singa kelaparan lalu melempar BB kesayangannya ke arah pintu hitam tersebut, lalu disusul dengan ledakan dari BBnya sehingga meninggalkan lubang yang amat besar disertai puing-puing yang berserakan.

“Gue udah ga tahan lagi, keluarlah kau Iblis Sosiologi!!” Tantang Jerry, Peter, Leonita dan JessLiem penuh amarah.

Dalam amukan amarah yang berkobar, Panda yang berdiri di tengah-tengah kerumunan menyikut siku Setiawan yang berada di sebelahnya, “Seti, kok jadi Iblis sosiologi sih? Kan kita ke rumah hantu DPR ceritanya?”

Seti hanya tersenyum mesum sambil menggaruk-garuk pantatnya yang sebetulnya tidak gatal itu. “Yaudah sih, pan. Lanjutin aja dulu.”
Panda menghela napas berat. Bingung. Namun ia tidak dapat dilanda kebingungan lebih lama lagi karena Jerry, Peter, Leonita, dan Jessliem sudah mulai beraksi.

Mereka membimbing semua anak ILkom B menyelidiki tempat-tempat tersembunyi yang ada dalam rumah hantu DPR tersebut. Meski begitu isak tangis tentang kepergian Bocay dan Ryan masih terdengar.

“Gue bakal kangen banget sama latahan ‘goblok’nya si Bojeee sama kerempongannya si Rayen..” Ucap Panda.
“Sama. Gue juga bakal kangen sama cara jalan Boje yang khas banget kalo pagi-pagi masuk kelas padahal uda telat lebih dari setengah jem plus becandaannya si Rayen kalo di kelas.” Jesspril pun mendesah lirih.
“Gue juga bakalan kehilangan tawa-tawa khas mereka yang sebetulnya udah jadi multikulturalisme ketawa di kelas kita..” Ujar Citra diiringi dengan anggukan Tasha, Cindy, Suvi dan lainnya.
“Sstt… gue juga sedih. Tapi kita harus keluar dulu dari tempat ini sekarang juga. Ini, ada pintu terakhir yang dari tadi belum bisa kebuka juga.” Ucap Jessliem yang mencoba untuk tegar kehilangan teman yang terkadang menjadi teman pulangnya.
“Ada yang punya kunci ngga?” Tanya Jerry selanjutnya,
“Kunci apa?” Tanya Praja yang mengeluarkan ribuan kunci dari dalam perutnya.
“Kunci apa aja boleeehhh” Jawab Jerry dengan suara khasnya.

Praja menyerahkan kunci-kunci itu pada Jerry dan membantunya membuka pintu. Namun apa daya hampir setengah dari seluruh gantungan kunci itu sudah dicoba tetap saja pintu itu tetap tertutup rapat.
“Ini beneran pintu keluarnya?” Tanya Peter.
“Yaaa siapa tau aja kan? Abisan tinggal pintu ini yang belom kebuka.”

Peter dan Leoni maju ke depan, saling bertatapan sejenak dan sejurus kemudian mengangguk. Lalu dalam waktu singkat mereka mengetuk-ngetukkan jari mereka ke pintu dengan ukiran yang indah tersebut. Siapa sangka ternyata sandi morse yang dulu diajarkan ketika mereka SD itu kini berguna bahkan di saat mereka tidak pernah membayangkannya?
Dan ajaib! Pintu itu terbuka!

Cahaya melesat masuk, manghalau gelap secara perlahan-lahan disambut dengan nafas tertahan dari seluruh anak Ilkom B. Nanda yang terlalu lama menahan nafasnya terlihat tegang, urat-urat pada lehernya bermunculan, setelah pintu tersebut terbuka seluruhnya ia tidak kuasa menahan gas dari dalam ususnya untuk dilepaskan sehingga menimbulkan efek antiklimaks dengan udara yang tidak sedap dan bunyi bagaikan senapan mesin otomatis.

Seluruh anak-anak segera berlari menyelamatkan diri ke arah pintu dengan cahaya menyilaukan tersebut, mereka sudah tidak perduli lagi apa yang menunggu mereka di dalam sana, rupanya mereka lebih memilih mati oleh sesuatu yang tidak jelas dibandingkan mati kehabisan oksigen. Seluruh anak-anak Ilkom B yang tersisa sudah hilang di telan cahaya menyilaukan dari pintu tersebut.

Seluruhnya kecuali Tata yang tertinggal dan tidak sengaja menghirup beberapa mili liter gas flatulensi hasil karya Nanda sedikit tersedak, sehingga ia terpaksa menyeret tubuhnya dengan sisa tenaga pada tubuhnya. Ia menyipitkan matanya sambil menggapai-gapai lantai di depannya. 3 meter lagi, matanya mulai berkunang-kunang… 2 meter lagi, kepalanya mulai pusing… 1 meter lagi, hatinya sudah cnat cnut… Dan seluruhnya menjadi putih, putih, putih, putih bersih, tiada noda, dan akhirnya warna putih tersebut digantikan dengan kegelapan.


Tata membuka matanya dan berusaha membenarkan kacamatanya dan kembali memfokuskan pandangannya, seluruh anak Ilkom B sudah ada di sana, termasuk para anggota yang hilang dalam perjalanan, Rayen, Aris, Mandiri, Citra, semuanya.

Hening sesaat, Tata hanya balas memandangi mereka yang memasang senyum iblis. Tiba-tiba dari tengah kerumunan keluar Cindy sambil membawa kue diikuti dengan iringan lagu selamat ulang tahun dari anak-anak ala Ilkom B.

“Gue gak ulang tahun hari ini lhoo!!” teriak Tata berusaha menjelaskan, tetapi kata-katanya tenggelam oleh gemuruh tepukan tangan dan nyanyian seluruh anak Ilkom B.
Setelah hamper 20 menit menyanyikan 1 lagu yang sama, mereka berhenti manyanyi karena merasa tenggorokannya mulai kering, tersayat oleh suara mereka sendiri. Akhirnya Jerry maju ke depan kelas, dan memberikan sebuah pidato perdananya yang pada akhir cerita ditunjuk menjadi ketua kelas menggantikan posisi Bocay untuk Ilkom B dalam semester ke-2.

Fin-


Gedung DPR? Rumah hantu? Iblis Sosiologi? Semua itu cuma cerita, jangan terlalu di ambil serius, haha… ^^


Maybe Continued?


























Created By: Setiawan & Panda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar